Senin, 15 September 2008

Motivational Quotes



"You can expect to see human's real potention under
emergency and death or alive situation"

"Sering Anda akan dapat melihat potensi besar manusia dikala
seseorang sedang dalam kondisi yang kritis dan penuh tekanan"

Interpretasi:
Sering kita dengar cerita kepahlawanan dan keberanian yang
terdengar bagai tak masuk akal, misalnya, seorang ayah yang
demikian berani melompat ke api membara untuk menyelamatkan
keluarganya di suatu kondisi kebakaran ataupun kecelakaan.
Memang, dalam kondisi tertentu, khususnya kondisi yang tidak
biasa dan genting, seorang manusia dapat memunculkan kapasitas
diri, daya tahan dan tingkat keberanian yang tidak didapatkannya
pada situasi biasa ataupun aman.

Apa hikmah dari kisah tersebut? Bahwa kita dapat membuat perubahan
besar dengan memanipulasi situasi yang kita hadapi untuk memunculkan
potensi besar diri kita sendiri! Bagaimana caranya? Dengan mencoba
melangkah ke dalam kondisi dimana diri kita akan dituntut untuk melakukan
apa yang tidak biasa kita lakukan, atau dengan mencoba mengambil langkah
dan keputusan yang akan membutuhkan tanggung jawab lebih besar dari
yang sebelumnya pernah kita ambil.

Apa contoh riilnya? Misalkan dengan menerima penugasan yang biasanya
kita tolak, menerima proyek yang mana akan menuntut segenap usaha keras
untuk memenuhinya, menjalankan hal yang memaksa kita keluar dari
kebiasaan aman sehari-hari, dan lain sebagainya.

Percaya atau tidak, saat kita dihadapkan dengan situasi tertentu seperti
yang dimaksud di atas, maka potensi diri, kapasitas penanganan masalah
dan berbagai kualitas pribadi lainnya turut mengalami peningkatan, dan
seiring dengan hal tersebut akan ada resource/koneksi baru yang turut
mendukung. Bisa Anda lihat mengapa banyak pria yang berhasil sukses
dalam ekonomi,bisnis atau karir setelah ia mengambil keputusan untuk
berumah tangga, situasi baru khususnya tanggung jawab terhadap keluarga
merupakan kondisi baru yang membuatnya mampu mencurahkan berbagai
potensi diri untuk mencapai banyak hal yang mungkin tidak pernah dapat ia
rasakan sebelumnya.

Sehingga ada juga yang mengatakan: "Jump into the fire and be amazed of
what you can do after that!" Rasakan semangat positif yang Anda rasakan
dikala membayangkan hal tersebut.

Dari motivator team

Minggu, 14 September 2008

Kiat Sukses Menjadi Netpreneur



1. Kecepatan.

Dengan segala percepatan perkembangan teknologi, globalisasi,
dan internet, laju perubahan pun semakin cepat dari yang pernah
dibayangkan. Karena itu, Anda harus bisa mengantisipasinya
dan sanggup bereaksi cepat, tapi juga penuh perhitungan.

2. Kemampuan Beradaptasi.

Laju perubahan yang terjadi pada dunia internet membutuhkan
bisnis yang lebih fleksibel dan adaptif dibandingkan sebelumnya.
Anda harus menambah pengetahuan dan mampu menginterpretasinya,
serta secara cepat merespon perubahan tersebut dimanapun
terjadinya baik dalam teknologi dan kompetisi, juga pada
pergantian pola pasar dan pembeli-.

3. Eksperimen.

Seorang netpreneur harus bersedia mencoba ide-ide baru di pasar
yang dibidiknya. Anda tidak memiliki banyak waktu atau hanya
mengandalkan 'market research' yang sudah tidak up to date
untuk mengevaluasi tindakan-tindakan Anda . Eksperimen dan
siap bergerak cepat untuk beradaptasi dengan apa yang
dibutuhkan dan diinginkan pasar kepada Anda .

4. Inovasi Yang Konstan.

Meluncurkan produk ke pasar hanyalah sebuah permulaan.
Dorongan kompetisi yang tak kenal henti dan tuntutan pasar
terhadap perbaikan membuat fokus bisnis pada inovasi sangat
penting.

5. Kolaborasi.

Sudah menjadi sifat dari netpreneur menjadi kolaboratif. Anda
tidak bisa bekerja sendiri di pergerakan dengan kecepatan
seperti ini. Internet memungkinkan Anda melibatkan banyak
pemilik perusahaan dalam setiap langkah. Mulai dari kelahiran
sebuah produk melalui riset, pembangunan produk, pengemasan,
pengiriman, support dan proses perbaikan yang terus berjalan.

6. Jadilah Penggerak Distribusi.

Tantangan nyata dari dunia bisnis saat ini adalah distribusi
penyebaran merek serta identitas produk dan jasa Anda -.
Satu hal yang paling terasa, internet memperkecil hambatan
distribusi. Untuk itu, Anda harus membangun merek dan saluran
distribusi demi kesinambungan kesuksesan bisnis.

7. Fokus Pada Niche Market.

Internet menjangkau dan mendistribusi kesempatan bisnis pada pasar
baru yang terbuka. Karena itu, netpreneur harus memfokuskan pada
sektor pasar yang terdefinisi dengan baik -yaitu pada niche market
atau pasar ceruk- agar dapat meraih posisi dominan atau menemukan
pasar yang belum atau kurang terlayani. Walau kenyataannya,
kesempatan yang paling menggairahkan terletak pada menciptakan
pasar yang baru.

8. Jadilah Multidisipliner.

Perusahaan dalam era ekonomi baru seperti sekarang menciptakan
solusi dengan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu seperti
teknologi, content, grafis, layanan dan hubungan. Karena itu,
seorang netpreneur sukses biasanya memahami berbagai disiplin
ilmu.

Itulah kemampuan yang harus dimiliki seorang netpreneur dalam
lingkungan bisnis yang berubah dengan cepat.

Kiriman dari seorang sahabat di Qatar (Satrio Wibowo)

Kamis, 04 September 2008

Manusia


"Human being has the capability of creating things larger than his life"

"Manusia memiliki kemampuan dan potensi untuk menciptakan hal-hal yang
jauh lebih besar dari pada dirinya sendiri"

Interpretasi:
Bila Anda berjalan menyusuri kota, cobalah simak betapa banyak gedung
tinggi pencakar langit, infrastruktur jalan raya/layang, monumen dan lain
sebagainya. Bila kita sadari, sesungguhnya segala hal yang ada tersebut
adalah merupakan buah karya dari manusia sendiri, bahkan hanyalah dari
pemikiran seorang manusia saja pada awalnya, yang dengan perencanaan,
sumber daya yang memadai termasuk sumber daya manusia, terciptalah
karya-karya yang megah dan tampak seakan bukan produk dari pemikiran
seorang manusia, namun kenyataannya memanglah demikian! Berbagai
karya besar, bersejarah, megah, canggih dan kompleks merupakan hasil
pemikiran dari seorang manusia saja pada awalnya.

Kabar baiknya, kita semua adalah manusia, dan dengan kapasitas pemikiran
yang kita miliki, kita juga mampu menghasilkan sesuatu yang besar! Jadi
mulailah berpikir untuk menciptakan sesuatu yang superior, megah, jauh dari
apa yang biasanya difikirkan/dihasilkan oleh kebanyakan orang, dari sinilah
Anda akan menemukan sukses besar.

Sukses selalu untuk Anda!

Dari team motivasi

Sabtu, 30 Agustus 2008

"One should know When taking action is just not enough to reach


"One should know When taking action is just not enough to reach
success" (motivasi sukses)

terjemahan:
"terkadang seseorang harus mengetahui kapan bertindak saja tidaklah
cukup untuk meraih sukses yang diharapkan"


Interpretasi:
Banyak motivator menghimbau orang-orang untuk bertindak,
atau 'taking action', padahal terkadang sekedar bertindak
belumlah cukup untuk meraih kesuksesan. Sebelum bertindak
seseorang seringkali haruslah memiliki plan atau perencanaan
yang matang dan solid, pengetahuan dan referensi yang akurat.

Lalu apakah setelah memiliki planning atau perencanaan maka
segalanya akan berjalan dengan lancar dengan sendirinya?
Tentu tidak, seseorang haruslah memulai untuk merealisasikan
berbagai rencananya dengan tindakan.

Lalu apakah setelah bertindak segalanya akan tercapai? Tentu
tidak, seseorang masih harus menyesuaikan hasil atau outcome
dengan apa yang direncanakan, namun yang lebih penting adalah
ada satu fase yang harus dilalui... yaitu fase penyelesaian.

sebagai contoh: banyak penulis memiliki rencana untuk menulis
buku berkualitas, setelah memulai dan berjalan setengah jalan,
mereka berhenti dan tidak sanggup menyelesaikan! Jadi fase
penyelesaian juga merupakan fase yang perlu dipenuhi dalam
melengkapi tindakan dalam mencapai sebuah target.

Itulah mengapa terkadang (bahkan seringkali) 'taking action is
just not enough'.

Dari : Motivasi sukses team

Rabu, 23 Juli 2008

Misi Manusia


Dalam buku Seven Habit Highly Efective People, Steven Covey menekankan akan pentingnya sebuah pernyataan misi. Saya setuju bagi mereka yang belum mengetahui misi hidupnya. Tetapi kita, sebagai umat Islam sudah memiliki misi hidup, yang merupakan tujuan di ciptakannya manusia. Untuk mengetahui atau mengingat misi kita, kita tinggal membuka Al Quran, di sana sudah tertulis jelas tentang misi kita.

Jadi Optimis Sekarang Juga!


Bukan berarti Anda tidak boleh menulis pernyataan misi. Silahkan saja jika ingin menyalin kembali misi kita yang sudah tertulis di Al Quran. Misalnya Anda ingin menulis di buku harian Anda.
Ibadah
Misi manusia menurut Al Quran pada intinya ialah beribadah kepada Allah dan menjadi khalifah di muka bumi. Pengertian ibadah disini ialah melakukan segala sesuatu yang diperintahkan Allah serta menjauhi apa yang dilarang-Nya. Ibadah bukan hanya shalat dan puasa, tetapi dalam segala aspek kehidupan kita.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS.Adz Dzaariyaat:56)
Khalifah
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
(QS.Al Baqarah:30)
Sedangkan misi kita sebagai khalifah, menuntut kita untuk membangun, baik aspek materi maupun ruhani. Hal yang bersifat materi ialah masalah fisik manusia dan alam semesta beserta isinya. Sedangkan membangun ruhani dengan cara menerapkan nilai-nilai Islam dalam segala aspek kehidupan manusia.
Setelah manusia membangun alam ini dengan arahan syariat, maka selanjutnya ialah memeliharanya. Sama hal seperti membangun, yang dipelihara adalah aspek materi dan ruhani. Seperti halnya rumah, setelah dibangun rumah tersebut perlu dipelihara agar tetap
ada. Selanjutnya sebagai khalifah kita juga memiliki tugas untuk menjaga agama, nafsu, akal, harta, dan keturunan manusia.
Apakah kita bisa untuk mengemban misi kita itu semua? Insya Allah kita bisa, karena Allah Maha Tahu, Allah tahu sampai dimana potensi dan kemampuan kita. Jika kita tidak merasa mampu berarti kita belum benar-benar mengoptimalkan potensi kita.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” QS.Al-Baqarah:286)

Sumber : Motivasi Islam

Kamis, 17 Juli 2008

POTENSI MANUSIA



Akal adalah salah satu potensi manusia yang perlu kita syukuri. Salah satu cara bersyukur ialah mempergunakan akal kita sesuai dengan keinginan yang membuatnya, yaitu Allah SWT. Dengan akal, manusia memiliki kemampuan untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan. Suatu kemampuan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.

Salah satu perintah Allah SWT kepada manusia ialah agar setiap tindakan dan tingkah lakunya berdasarkan ilmu.

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS.17:36)

Setiap tindakan atau perbuatan yang tidak berdasarkan ilmu akan membuat kita menjadi orang yang merugi di sisi Allah. Di akhirat kita akan masuk neraka.

“Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. (QS.67:10)

Begitu juga di dunia, selain kita tersesat, hidup tanpa ilmu bagaikan berjalan di tempat yang sangat gelap, kita tidak tahu apa yang harus dilakukan, atau kalaupun ada hanya mengikuti orang lain saja yang belum tentu benar atau salahnya.

Tidak sedikit manusia yang tidak mau mengoptimalkan akalnya. Contohnya ialah orang-orang yang sudah tidak mau lagi menggunakan akalnya dalam mencari ilmu. Mereka merasa ilmunya sudah cukup untuk hidupnya. Mereka ungkapkan berbagai alasan agar tidak lagi belajar atau menuntut ilmu.

Jangankan untuk membuka buku, sekedar mendengarkan orang lain pun ada saja yang tidak mau. Padahal jika kita rajin mendengarkan orang lain, kita akan mendapatkan ilmu gratis yang tidak perlu susah payah mencarinya.

Marilah kita terus-meneruskan mengoptimalkan potensi akal kita agar tidak rugi baik dunia dan akhirat. Ingatkanlah saudara-saudara kita yang masih belum sadar akan hal ini. Nasib negara Indonesia akan sangat tergantung dari kualitas bangsanya sendiri.

Sumber : motivasi-islam

SEMANGAT BERUSAHA



Ada dua riwayat yang cukup dikenal di kalangan kaum muslimin. Kedua kasus yang diriwayatkan itu berbeda, akan tetapi konteks persoalannya sama.

Riwayat yang pertama berkaitan dengan Fatimah ra, puteri Rasulullah.

Pada suatu sore, Ali (suami Fatimah) pulang dengan wajah murung dan kelihatan letih. Ali berkata bahwa seharian itu tidak ada seorang pun yang membutuhkan jasanya, dan dia harus pulang dengan tangan kosong.


Dia bertanya, apakah masih ada uang untuk membeli makanan bagi anak-anak mereka. Fatimah menjawab: “ Ada, sebanyak enam dirham; ialah upah yang saya terima dari Salman (al-Farisi) untuk menenunkan kain baginya.”

Riwayat yang kedua menyangkut sahabat Abdurrahman ibn Auf.

Abdurrahman adalah seorang pedagang yang sukses di Makkah. Ketika dia hijrah ke Madinah dia meninggalkan semua hartanya, sehingga dia tidak memiliki apa-apa lagi ketika dia tiba di Madinah.

Oleh Rasulullah dia dipersaudarakan dengan seorang Anshar yang cukup kaya. Saudara barunya itu menawarkan separuh dari kekayaannya kepada Abdurrahman, agar dia dapat hidup layak.

Namun dengan sopan Abdurrahman menolak tawaran tadi, dan dia hanya meminta saudara barunya itu untuk menunjukkan padanya, mana pasar yang ramai perdagangannya di kota itu.

Segera setelah dia mengetahui pasar itu, mulailah dia berusaha berdagang. Selang beberapa tahun sesudah itu, Abdurrahman telah menjadi seorang pedagang yang sukses di Madinah.

Kedua riwayat di atas mengandung pelajaran yang patut disimak.

Sebagai puteri Rasulullah, kalau saja dia mau, Fatimah tidaklah perlu bersusah payah berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Posisi Rasulullah memberinya peluang untuk “menangguk” bantuan dari para sahabat yang kaya di Madinah. Namun Fatimah memilih tidak memanfaatkan posisi ayahandanya, dan lebih memilih berusaha sendiri, sesuatu yang dia pandang lebih terhormat.

Hal yang serupa juga kita bisa lihat pada diri sahabat Abdurrahman. Dia berhasil menjadi pedagang besar yang sukses di Madinah berkat usaha dan keterampilannya, meskipun dia sesungguhnya mudah untuk bisa hidup dengan enak, bila tawaran harta dari saudara barunya itu dia terima.

Baik Fatimah maupun Abdurrahman memiliki semangat yang kuat untuk berusaha, semangat untuk mau memanfaatkan potensi yang mereka miliki dan tidak mengorbankan harga diri mereka.

Dalam masyarakat kita sekarang ini, tampaknya semangat untuk mau berusaha, berjuang mengatasi kesulitan yang dihadapi, tanpa harus menunggu uluran tangan orang lain, memudar.

“Ketergantungan” akan bantuan, untuk mengatasi kesulitan atau masalah yang dihadapi, cukup mencolok bila kita lihat tayangan-tayangan di layar TV mengenai bencana atau musibah. Yang terdengar dari berita itu pada umumnya hanyalah keluhan : “bantuan belum ada”, “tidak ada bantuan dari pemerintah”, dsb. Padahal mereka itu memiliki potensi untuk berusaha mengatasi kesulitannya, sebelum ada bantuan.

Banyak pula di kalangan kaum muda yang lebih sedang untuk menggunakan “jalan pintas” dalam mencapai kehidupan yang berhasil, daripada berpayah-payah berusaha.

“Jalan pintas” itu ada bermacam-macam.

Di kalangan kaum elite masyarakat, khususnya elite yang menggenggam kekuasaan, terdapat gejala “menangguk manfaat” dari kekuasaan dan kewenangan yang ada demi keberhasilan hidup kaum kerabat dari si penguasa, maupun kroni-kroni yang ada di sekelilingnya; dan hal ini mendorong terbentuknya “budaya malas berusaha” dan “budaya takut mengambil risiko”.

Pada suatu saat ketika kekuasaan dan kewenangan itu terlepas dari tangan sang penguasa, maka habis pula riwayat dari mereka yang sudah terbiasa menggantungkan nasib dan kehidupan mereka pada sang pelindung.

Korupsi, kolusi maupun nepotisme yang kini seakan mewabah dalam masyarakat kita, umumnya muncul dari semangat “mengambil jalan pintas” ini, dan bukannya semangat untuk berusaha dan berjuang keras. (Pontianak, 5 Mei 2008)

Sumber : H. Soedarto

Jumat, 20 Juni 2008

Racun yang Mencerahkan


Dahulu kala di negeri Tiongkok, seorang gadis yang bernama Li-Li baru saja menikah dengan seorang pemuda kaya. Li-Li kemudian beserta suaminya tinggal bersama di rumah sang metua.

Dalam waktu singkat, Li-Li tahu bahwa ia sangat tidak cocok tinggal serumah dengan ibu mertuanya. Karakter mereka sangat jauh berbeda. Dan Li-Li sangat tidak menyukai kebiasaan ibu mertuanya.

Hari berganti hari, begitu pula bulan berganti bulan. Li-Li dan ibu mertuanya tak pernah berhenti berdebat dan bertengkar. Yang makin membuat Li-Li kesal adalah adat kuno Cina yang mengharuskan ia untuk selalu menundukkan kepala untuk menghormati mertuanya dan mentaati semua kemauannya.

Semua kemarahan dan ketidakbahagiaan di dalam rumah itu menyebabkan kesedihan yang mendalam pada hati suami Li-Li, seorang yang berjiwa sederhana.

Akhirnya, Li-Li tidak tahan lagi terhadap sifat buruk dan kelakuan ibu mertuanya. Dan ia benar-benar telah bertekad untuk melakukan sesuatu.

Li-Li pergi menjumpai seorang teman ayahnya yaitu Sinshe Wang yang pandai membuat ramuan obat tradisional untuk segala penyakit. Ia menceritakan situasinya dan minta dibuatkan ramuan racun yang kuat untuk diberikan pada ibu mertuanya.

Sinshe Wang berpikir keras sejenak. Lalu ia berkata, “Li-Li, saya mau membantu kamu menyelesaikan masalahmu, tetapi kamu harus mendengarkan saya dan mentaati apa yang saya sarankan.”

Li-Li berkata, “Baik Pak Wang, saya akan mengikuti apa saja yang Bapak katakana dan apa yang harus saya perbuat.”

Sinshe Wang masuk ke dalam, dan tak lama ia kembali dengan menggenggam sebungkus ramuan. Ia berkata kepada Li-Li, “Kamu tidak bisa memakai racun keras yang mematikan seketika, untuk meyingkirkan ibu mertuamu, karena hal itu akan membuat semua orang menjadi curiga. Oleh karena itu, saya memberi kamu ramuan beberapa jenis tanaman obat yang secara perlahan-lahan akan menjadi racun di dalam tubuhnya.

Sinshe Wang melanjutkan, “Setiap hari, sediakan makanan yang enak-enak dan masukkan sedikit ramuan obat ini ke dalamnya. Lalu, supaya tidak ada yang curiga saat ia mati nanti, kamu harus hati-hati sekali dan bersikap sangat bersahabat dengannya. Jangan berdebat dengannya, taati semua kehendaknya, dan perlakukan dia seperti seorang ratu.”

Li-Li sangat senang. Ia berterima kasih kepada pak Wang dan buru-buru pulang ke rumah untuk memulai rencana membunuh ibu mertuanya. Minggu demi minggu, bulan demi bulan pun berlalu.

Setiap hari Li-Li melayani mertuanya dengan makanan yang enak-enak, yang sudah “dibumbuinya”. Ia mengingat semua petunjuk dari Sinshe Wang tentang hal mencegah kecurigaan. Maka ia mulai belajar untuk mengendalikan amarahnya, mentaati perintah ibu mertuanya, dan memperlakukannya seperti ibunya sendiri.

Setelah enam bulan lewat, suasana di dalam rumah itu berubah secara drastis. Li-Li sudah mampu mengendalikan amarahnya sedemikian rupa sehingga ia menemukan dirinya tidak pernah lagi marah atau kesal.

Ia tidak pernah berdebat lagi dengan ibu mertuanya selama enam bulan terakhir karena ia mendapatkan bahwa ibu mertuanya kini tampak lebih ramah kepadanya. Sikap si ibu mertua terhadap Li-Li telah berubah, dan mulai mencintai Li-Li seperti puterinya sendiri. Ia terus menceritakan kepada kawan-kawan dan sanak familinya bahwa Li-Li adalah menantu yang paling baik yang ia peroleh.

Li-Li dan ibu mertuanya saling memperlakukan satu sama lain seperti layaknya seorang ibu dan anak yang sesungguhnya. Suami Li-Li sangat bahagia menyaksikan semua yang terjadi.

Suatu hari, Li-Li pergi menjumpai Sinshe Wang dan meminta bantuannya sekali lagi. Ia berkata, “Pak Wang, tolong saya untuk mencegah supaya racun yang saya berikan kepada ibu mertua saya tidak sampai membunuhnya!”

“Ia telah berubah menjadi seorang wanita yang begitu baik, sehingga saya sangat mencintainya seperti kepada ibu saya sendiri. Saya tidak mau ia mati karena racun yang saya berikan kepadanya.”

Sinshe Wang tersenyum. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya. “Li-Li, tidak ada yang perlu kamu khawatirkan. Saya tidak pernah memberi kamu racun. Ramuan yang saya berikan kepadamu itu hanyalah ramuan penguat badan untuk menjaga kesehatan beliau.”

“Satu-satunya racun yang ada, adalah yang terdapat di dalam pikiranmu sendiri, dan di dalam sikapmu terhadapnya, …” “… tetapi semuanya itu telah disapu bersih dengan cinta yang kamu berikan kepadanya …”

Moral dari Cerita ini :

Sadarkah Anda bahwa sebagaimana Anda memperlakukan orang lain maka demikianlah persis bagaimana mereka akan memperlakukan Anda ?

Ada pepatah Tiongkok kuno mengatakan: “Orang yang mencintai orang lain, akan dicintai juga sebagai balasannya.” Walaupun dalam kenyataannya orang yang kita cintai tidak selalu mencintai kita, tetapi TETAPLAH mencintai, karena TUHAN tidak pernah tidur dan karena apa yang kita tabur, itulah yang akan kita tuai. WISH YOU LUCK. (SA). Dari sahabatku : Sdr. Sucipto Ajisaka

Sabtu, 14 Juni 2008

Berubah dan menjadi SUKSES


"Bila Anda takut perubahan, maka Anda menunda kesuksesan"
Perubahan adalah fakta yang tidak dapat disangkal, justru dengan perubahan semuanya menjadi baik. Menurut JOHN F KENNEDY, Orang yang hidup di masa lalu tidak akan memperoleh kemajuan.
Anda ingin sukses? Segera lakukan perubahan. Jadikan kebiasaan kecil menjadi kebiasaan orang sukses.
1. Percaya Diri
2. Membuat perencanaan
3. Jangan berhenti belajar, teruslah belajar
4. Jangan ragu mengambil keputusan
5. Optimis
6. Kerjakan pekerjaan dengan tuntas dan tepat waktu
7. Banyak mendengar dan sedikit berbicara

Sabtu, 31 Mei 2008

ALLAH MAHA PENGATUR SEGALANYA


Kita bertauhid melalui dua cara, pertama bertauhid dengan akal dan keduanya bertauhid dengan hati. Bidang akal ialah ilmu dan liputan ilmu sangat luas, bermula dari pokok kepada dahan-dahan dan seterusnya kepada ranting-ranting. Setiap ranting ada ujungnya yaitu penyelesaiannya. Ilmu bersepakat pada perkara pokok, bertolak unsur pada cabangnya dan berselisih pada rantingnya atau penyelesaiannya. Jawaban kepada sesuatu masalah selalunya berubah-ubah menurut pendapat baru yang ditemui. Apa yang dianggap benar pada mulanya dipersalahkan pada akhirnya. Oleh sebab sifat ilmu yang demikian itu maka orang yang membahas tentang sesuatu perkara boleh mengalami kekeliruan dan kekacauan fikiran.
Salah satu perkara yang mudah mengganggu fikiran ialah soal takdir atau Qada’ dan Qadar. Jika persoalan ini diperbahaskan hingga kepada yang halus-halus seseorang akan menemui kebuntuan karena ilmu tidak mampu mengadakan jawaban yang konkrit. Qada’ dan Qadar diimani dengan hati. Tugas ilmu ialah membuktikan kebenaran apa yang diimani. Jika ilmu bertindak menggoyangkan keimanan maka ilmu itu harus disekat dan hati dibawa kepada tunduk dengan iman. Kalam Hikmat keempat di atas membimbing ke arah itu agar iman tidak dicampur dengan keraguan.
Selama nafsu dan akal menjadi hijab, beriman kepada perkara ghaib dan menyerah diri secara menyeluruh tidak akan dicapai. Qada’ dan Qadar termasuk dalam perkara ghaib. Perkara ghaib disaksikan dengan mata hati atau basirah. Mata hati tidak dapat memandang jika hati dibungkus oleh hijab nafsu. Nafsu adalah kegelapan, bukan kegelapan yang zahir tetapi kegelapan dalam keghaiban. Kegelapan nafsu itu menghijab sedangkan mata hati memerlukan cahaya ghaib untuk melihat perkara ghaib. Cahaya ghaib yang menerangi alam ghaib adalah cahaya roh kerana roh adalah urusan Allah s.w.t. Cahaya atau nur hanya bersinar apabila sesuatu itu ada perkaitan dengan Allah s.w.t.

Allah adalah cahaya bagi semua langit dan bumi. ( Ayat 35 : Surah an-Nur )

Dialah Yang Maha Tinggi darjat kebesaran-Nya, yang mempunyai Arasy (yang melambangkan keagungan dan kekuasaan-Nya); Ia memberikan wahyu darihal perintah-Nya kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya (yang telah dipilih menjadi Rasul-Nya), supaya Ia memberi amaran (kepada manusia) tentang hari pertemuan, - ( Ayat 15 : Surah al-Mu’min )

Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (wahai Muhammad) – Al-Quran sebagai roh (yang menghidupkan hati) dengan perintah Kami; engkau tidak pernah mengetahui (sebelum diwahyukan kepadamu); apakah Kitab (Al-Quran) itu dan tidak juga mengetahui apakah iman itu; akan tetapi Kami jadikan Al-Quran: cahaya yang menerangi, Kami beri petunjuk dengannya sesiapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) adalah memberi petunjuk dengan Al-Quran itu ke jalan yang lurus, - Iaitu jalan Allah yang memiliki dan menguasai yang ada di langit dan yang ada di bumi. Kepada Allah jualah kembali segala urusan. ( Ayat 52 & 53 : Surah asy-Syura )
Apabila cahaya roh berjaya menghalau kegelapan nafsu, mata hati akan menyaksikan yang ghaib. Penyaksian mata hati membawa hati beriman kepada perkara ghaib dengan sebenar-benarnya.
Allah s.w.t telah menghamparkan jalan yang lurus kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Dia berfirman:
Pada hari ini, Aku telah sempurnakan bagi kamu agama kamu, dan Aku cukupkan nikmat-Ku kepada kamu, dan Aku telah redakan Islam itu menjadi agama untuk kamu. ( Ayat 3 : Surah al-Maa’idah )
Umat Islam adalah umat yang paling bertuah kerana Allah s.w.t telah menyempurnakan nikmat-Nya ke atas mereka dengan mengurniakan Islam. Allah s.w.t menjamin juga bahwa Dia ridha menerima Islam sebagai agama mereka. Jaminan Allah s.w.t itu sudah cukup bagi mereka yang menuntut keridhaan Allah s.w.t untuk tidak menoleh ke kiri atau ke kanan, sebaliknya terus berjalan mengikut landasan yang telah dibina oleh Islam.
Islam adalah perlembagaan yang lengkap mencakupi semua aspek kehidupan baik yang zahir maupun yang batin. Islam telah menjelaskan apa yang mesti dibuat, apa yang mesti tidak dibuat, bagaimana mau bertindak menghadapi sesuatu dan bagaimana jika tidak mau melakukan apa-apa. Segala peraturan dan kode etika sudah dijelaskan dari perkara yang paling kecil hingga kepada yang paling besar. Sudah dijelaskan cara beribadat, cara berhubungan sesama manusia, cara membagikan harta pusaka, cara mencari dan membelanjakan harta, cara makan, cara minum, cara berjalan, cara mandi, cara memasuki jamban, cara hukum qisas, cara melakukan hubungan suami istri, cara menyempurnakan mayat dan semua aspek kehidupan diterangkan dengan jelas.
Umat Islam tidak perlu bertengkar tentang penyelesaian terhadap sesuatu masalah. Segala penyelesaian telah dibentangkan, hanya tegakkan iman dan rujuk kepada Islam itu sendiri niscaya segala pertanyaan akan terjawab. Begitulah besarnya nikmat yang dikaruniakan kepada umat Islam. Kita perlulah menjiwai Islam untuk merasai nikmat yang dikaruniakan itu. Kewajiban kita ialah melakukan apa yang telah Allah s.w.t aturkan sementara hak mengatur atau mentadbir adalah hak Allah s.w.t yang mutlak. Jika terdapat peraturan Allah s.w.t yang tidak dipersetujui oleh nafsu kita, jangan pula melentur peraturan tersebut atau membuat peraturan baru, sebaliknya nafsu hendaklah ditekan supaya tunduk kepada peraturan Allah s.w.t. Jika pendapat akal sesuai dengan Islam maka yakinilah akan kebenaran pendapat tersebut, dan jika penemuan akal bercanggah dengan Islam maka akuilah bahawa akal telah tersilap di dalam perkiraannya. Jangan memaksa Islam supaya tunduk kepada akal, tetapi tundukkan akal kepada apa yang Tuhan katakan yang kebenarannya tidak akan berubah.
Orang yang mengamalkan tuntutan Islam disertai dengan beriman kepada Qada’ dan Qadar, jiwanya akan sentiasa tenang dan damai. Putaran roda kehidupan tidak membolak-balikkan hatinya karena dia melihat apa yang berlaku adalah menurut apa yang mesti berlaku. Dia pula mengamalkan yang terbaik dan dijamin oleh Allah s.w.t. Hatinya tunduk kepada hakikat bahawa Allah s.w.t yang mentadbir sementara sekalian hamba berkewajiban taat kepada-Nya, tidak perlu masuk campur dalam urusan-Nya.
Mungkin timbul pertanyaan apakah orang Islam tidak boleh menggunakan akal fikiran, tidak boleh mentadbir kehidupannya dan tidak boleh berusaha membaiki kehidupannya? Apakah orang Islam mesti menyerah bulat-bulat kepada takdir tanpa tadbir?
Allah s.w.t menceritakan tentang tadbir orang yang beriman:
Maka Yusuf pun mulailah memeriksa tempat-tempat barang mereka, sebelum memeriksa tempat barang saudara kandungnya (Bunyamin), kemudian ia mengeluarkan benda yang hilang itu dari tempat simpanan barang saudara kandungnya. Demikianlah Kami jayakan rancangan untuk (menyampaikan hajat) Yusuf. Tidaklah ia akan dapat mengambil saudara kandungnya menurut undang-undang raja, kecuali jika dikehendaki oleh Allah. (Dengan ilmu pengetahuan), Kami tinggikan pangkat kedudukan sesiapa yang Kami kehendaki; dan tiap-tiap yang berilmu pengetahuan, ada lagi di atasnya yang lebih mengetahui. (Ayat 76 : Surah Yusuf )

Dan kepunyaan-Nya jualah kapal-kapal yang berlayar di lautan laksana gunung-ganang. (Ayat 24 : Surah ar-Rahmaan )
Nabi Yusuf a.s, dengan kepandaiannya, mengadakan muslihat untuk membawa saudaranya, Bunyamin, tinggal dengannya. Kepandaian dan muslihat yang pada zahirnya diatur oleh Nabi Yusuf a.s tetapi dengan tegas Allah s.w.t mengatakan Dia yang mengatur muslihat tersebut dengan kehendak dan kebijaksanaan-Nya. Kapal yang pada zahirnya dibina oleh manusia tetapi dengan tegas Allah s.w.t mengatakan kapal itu adalah kepunyaan-Nya. Ayat-ayat di atas memberi pengajaran mengenai tadbir yang dilakukan oleh manusia.
Rasulullah s.a.w sendiri menganjurkan agar pengikut-pengikut baginda s.a.w mentadbir kehidupan mereka. Tadbir yang disarankan oleh Rasulullah s.a.w ialah tadbir yang tidak memutuskan hubungan dengan Allah s.w.t, tidak beranjak dari tawakal dan penyerahan kepada Tuhan yang mengatur pentadbiran dan perlaksanaan. Janganlah seseorang menyangka apabila dia menggunakan otaknya untuk berfikir maka otak itu berfungsi dengan sendiri tanpa tadbir Ilahi. Dari mana datangnya ilham yang diperoleh oleh otak itu jika tidak dari Tuhan? Allah s.w.t yang membuat otak, membuatnya berfungsi dan Dia juga yang mendatangkan buah fikiran kepada otak itu.

Tadbir yang dianjurkan oleh Rasulullah s.a.w ialah tadbir yang sesuai dengan al-Quran dan as-Sunah. Islam hendaklah dijadikan penapis untuk mengasingkan pendapat dan tindakan yang benar dari yang salah. Islam menegaskan bahwa sekiranya tidak karena daya dan upaya dari Allah s.w.t, pasti tidak ada apapun yang dapat dilakukan oleh sesiapa pun. Oleh yang demikian seseorang mestilah menggunakan daya dan upaya yang dikaruniakan Allah s.w.t kepadanya menurut keridhaan Allah s.w.t.

Seseorang hamba Allah s.w.t tidak sepatutnya melepaskan diri dari penyerahan kepada Allah Yang Maha Mengatur. Apabila apa yang diaturkannya berjaya menjadi kenyataan maka dia akui bahwa kejayaan itu adalah kerana persesuaian aturannya dengan aturan Allah s.w.t. Jika apa yang diaturkannya tidak menjadi, diakuinya bahawa aturannya wajib tunduk kepada aturan Allah s.w.t dan tidak menjadi itu juga termasuk di dalam tadbir Allah s.w.t. Hanya Allah s.w.t yang berhak untuk menentukan. Allah s.w.t Berdiri Dengan Sendiri, tidak ada sesiapa yang mampu campur tangan dalam urusan-Nya.

Jumat, 16 Mei 2008

Change Your Question Change Your Life


Salah satu teknik pemecahan masalah (problem solving) yang relatif sederhana tapi ampuh adalah dengan mengajukan pertanyaan memakai 5W+1H, yaitu Why, What, Where, When, Who dan How. Dengan lima kata tanya ini maka kita akan berusaha menyelidiki atau memecahkan suatu masalah secara menyeluruh dari segala aspek. Ada juga cara yang lebih ampuh yaitu dengan teknik 5W (Five Why’s) yaitu dengan bertanya lima kali why secara bertingkat mengapa suatu peristiwa terjadi, sehingga akan ditemukan alasan utama atau penyebab dasar (root cause) terjadinya sesuatu (bukan hanya sekedar symptom atau gejala).
Kedua teknik bertanya ini dipakai oleh para manajer, sejarawan, peneliti, ilmuwan atau siapapun untuk memecahkan berbagai persoalan dan terbukti cukup efektif untuk menemukan solusi.
Tetapi di dalam pengembangan pribadi, agar hidup kita bertumbuh, semakin berkualitas, dan memiliki tanggungjawab, maka kita perlu memilih pertanyaan-pertanyaan yang tepat, khususnya kepada diri sendiri (self talk) dan juga kepada orang lain.
Marilah kita perhatikan beberapa contoh pertanyaan berikut ini :
“Mengapa anak buahku susah diatur ?”
“Mengapa hal ini terjadi padaku ?”
“Mengapa susah sekali menjual produk ini ?”
Pertanyaan-pertanyaan diatas akan membuat kita merasa tidak baik (feel bad), tak berdaya dan seolah-olah memposisikan diri kita sebagai korban keadaan. Pertanyaan-pertanyaan ini memiliki ‘aura’ negatif yang pada gilirannya akan menghadirkan sikap negatif pula buat kita.
Berikutnya mari kita ucapkan beberapa pertanyaan yang lain di bawah ini :
“Kapan harga produk kita bisa lebih bersaing ?”
“Kapan saya dapat menemukan orang-orang yang berkualitas ?”
“Kapan ia dapat lebih menghargai posisiku ?”
Pertanyaan-pertanyaan ini juga tak lebih baik karena akan memberikan kesan seolah-olah kita hanya bisa menunggu, menunda atau pasrah pada keadaan. Walaupun saya yakin Anda tidak bermaksud untuk menunggu atau menunda, tapi itulah yang kita tangkap dari pertanyaan-pertanyaan ini.
Dan mari kita simak satu jenis pertanyaan lagi berikut ini :
“Siapa yang menyebabkan masalah ini ?”
“Siapa yang bisa lebih baik dari saya ?”
“Siapa yang bisa menjelaskan visi perusahaan ?”
Sekali lagi, mari kita rasakan. Tanpa kita sadari bahwa dengan pertanyaan-pertanyaan ini sesungguhnya kita telah mencari ‘kambing hitam’, tidak mau introspeksi dan melemparkan tanggung jawab kepada pihak lain.
Apa arti ini semua ?” Kita perlu hati-hati dalam membuat pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang salah akan membuat kita merasa tak berdaya, pesimis, pasrah pada keadaan, semakin lari dari tanggungjawab dan menyalahkan orang lain, yang pada akhirnya akan membuat kita semakin jauh dari kesuksesan.
Kemudian marilah kita berpaling kepada pertanyaan-pertanyaan berikut :
“Apa yang dapat saya lakukan untuk memperbaiki situasi ?”
“Bagaimanakah caranya agar penjualan saya bulan ini bisa meningkat 10% ?”
“Apa benefit tambahan yang bisa saya tawarkan kepada customer ?”
“Bagaimana caranya agar saya lebih kreatif ?”
“Apa yang bisa saya kerjakan agar team ini menang ?”
“Bagaimana caranya agar prestasi saya bisa lebih baik ?”
Sekarang bagaimana rasanya ? Saya yakin dengan memakai kata “Apa” dan “Bagaimana”, Anda akan merasa lebih enak (feel good), lebih berdaya, dan lebih bertanggungjawab dibandingkan tiga jenis pertanyaan sebelumnya yang menggunakan kata “Mengapa”, “Kapan” dan “Siapa”.
John G. Miller dalam bukunya “The Question Behind The Question”, memberikan tips agar pertanyaan-pertanyaan Anda lebih berbobot sehingga bisa membuat Anda bertumbuh, lebih bertanggungjawab dan mampu mengubah kehidupan Anda ke arah lebih baik. Inilah tips nya :
• Mulai pertanyaan dengan “Apa” atau “Bagaimana”, bukan “Mengapa”, “Kapan” atau “Siapa”.
• Pertanyaan diusahakan mengandung kata “Saya”, bukan “Mereka”, “Kamu” atau “Kami”
• Berfokus kepada tindakan, misalnya mengandung kata-kata “melakukan”, “mencapai”, “membuat” atau yang sejenisnya.
Tips diatas bukan berarti kita tidak boleh membuat pertanyaan dengan memakai kata-kata “Mengapa”, “Kapan” atau “Siapa”. Tentu saja boleh-boleh saja menggunakan ketiga kata itu untuk menggali gagasan, melakukan analisis, memecahkan masalah atau melakukan tindak lanjut. Tetapi untuk melakukan perubahan dan tindakan yang positif, maka yang terbaik adalah memulai dengan “Apa” atau “Bagaimana”, memakai kata ganti orang pertama (”Saya”) dan action oriented.
Marilah mulai saat ini kita mengubah pertanyaan-pertanyaan kita dengan memakai formula diatas. Dengan mengubah pertanyaan, maka hidup Anda anda berubah. Wish You Luck. (SA).

Dari web sahabatku sdr. Sucipto Ajisaka

Selasa, 13 Mei 2008

HUKUM GHIBAH


Kita dilarang ghibah (mengumpat). Seperti firman Allah:
"Dan jangan sebagian kamu mengumpat sebagiannya." (al-Hujurat:12)


Rasulullah s.a.w. berkehendak akan mempertajam pengertian ayat tersebut
kepada sahabat-sahabatnya yang dimulai dengan cara tanya-jawab, sebagaimana
tersebut di bawah ini:
"Bertanyalah Nabi kepada mereka: Tahukah kamu apakah yang disebut
ghibah itu? Mereka menjawab: Allah dan RasulNya yang lebih tahu. Maka jawab
Nabi, yaitu: Kamu membicarakan saudaramu tentang sesuatu yang ia tidak
menyukainya. Kemudian Nabi ditanya: Bagaimana jika pada saudaraku itu terdapat
apa yang saya katakan tadi? Rasulullah s.a.w. menjawab: Jika padanya terdapat
apa yang kamu bicarakan itu, maka berarti kamu mengumpat dia, dan jika tidak
seperti apa yang kamu bicarakan itu, maka berarti kamu telah menuduh dia."
(Riwayat Muslim, Abu Daud, Tarmizi dan Nasa'i)

Manusia tidak suka kalau bentuknya, perangainya, nasabnya dan ciri-cirinya
itu dibicarakan. Seperti tersebut dalam hadis berikut ini:

"Dari Aisyah ia berkata: saya pernah berkata kepada Nabi: kiranya
engkau cukup (puas) dengan Shafiyah begini dan begini, yakni dia itu pendek,
maka jawab Nabi: Sungguh engkau telah berkata suatu perkataan yang andaikata
engkau campur dengan air laut niscaya akan bercampur." (Riwayat Abu Daud,
Tarmizi dan Baihaqi)

Ghibah adalah keinginan untuk menghancurkan orang, suatu keinginan untuk
menodai harga diri, kemuliaan dan kehormatan orang lain, sedang mereka itu tidak
ada di hadapannya. Ini menunjukkan kelicikannya, sebab sama dengan menusuk dari
belakang. Sikap semacam ini salah satu bentuk daripada penghancuran. Sebab
pengumpatan ini berarti melawan orang yang tidak berdaya.
Ghibah disebut juga suatu ajakan merusak, sebab sedikit sekali orang yang
lidahnya dapat selamat dari cela dan cerca.
Oleh karena itu tidak mengherankan, apabila al-Quran melukiskannya dalam
bentuk tersendiri yang cukup dapat menggetarkan hati dan menumbuhkan
perasaan.

Firman Allah:

"Dan jangan sebagian kamu mengumpat sebagiannya; apakah salah
seorang di antara kamu suka makan daging bangkai saudaranya padahal mereka tidak
menyukainya?!" (al-Hujurat: 12)

Setiap manusia pasti tidak suka makan daging manusia.
Maka bagaimana lagi kalau daging saudaranya? Dan bagaimana lagi kalau daging
itu telah menjadi bangkai?
Nabi memperoleh pelukisan al-Quran ini ke dalam fikiran dan mendasar di dalam
hati setiap ada kesempatan untuk itu.

Ibnu Mas'ud pernah berkata:
"Kami pernah berada di tempat Nabi s.a.w., tiba-tiba ada seorang
laki-laki berdiri meninggalkan majlis, kemudian ada seorang laki-laki lain
mengumpatnya sesudah dia tidak ada, maka kata Nabi kepada laki-laki ini:
Berselilitlah kamu! Orang tersebut bertanya: Mengapa saya harus berselilit
sedangkan saya tidak makan daging? Maka kata Nabi: Sesungguhnya engkau telah
makan daging saudaramu." (Riwayat Thabarani dan rawi-rawinya rawi-rawi
Bukhari)

Dan diriwayatkan pule oleh Jabir, ia berkata:
"Kami pernah di tempat Nabi s.a.w. kemudian menghembuslah angin
berbau busuk. Lalu bertanyalah Nabi: Tahukah kamu angin apa ini? Ini adalah
angin (bau) nya orang-orang yang mengumpat arang-orang mu'min." (Riwayat Ahmad
dan rawi-rawinya kepercayaan)

Batas Perkenan Ghibah

Seluruh nas ini menunjukkan kesucian kehormatan pribadi manusia dalam Islam.
Akan tetapi ada beberapa hal yang oleh ulama-ulama Islam dikecualikan, tidak
termasuk ghibah yang diharamkan. Tetapi hanya berlaku di saat darurat.
Diantara yang dikecualikan, yaitu seorang yang dianiaya melaporkan halnya
orang yang menganiaya, kemudian dia menyebutkan kejahatan yang dilakukannya.
Dalam hal ini Islam memberikan rukhshah untuk mengadukannya.

Firman Allah:

"Allah tidak suka kepada perkataan jelek yang diperdengarkan,
kecuali (dari) orang yang teraniaya, dan adalah Allah Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui." (an-Nisa': 148)
Kadang-kadang ada seseorang bertanya tentang pribadi orang lain karena ada
maksud mengadakan hubungan dagang, atau akan mengawinkan anak gadisnya atau
untuk menyerahkan suatu urusan yang sangat penting kepadanya.
Di sini ada suatu kontradiksi antara suatu keharusan untuk mengikhlaskan diri
kepada agama, dan kewajiban melindungi kehormatan orang yang tidak di
hadapannya. Akan tetapi kewajiban pertama justru lebih penting dan suci. Untuk
itu kewajiban pertama harus didahulukan daripada kewajiban kedua.

Dalam sebuah kisah dituturkan, bahwa Fatimah binti Qais pernah menyampaikan
kepada Nabi tentang maksud dua orang yang akan meminangnya. Maka jawab Nabi
kepadanya: "Sesungguhnya dia (yang pertama) sangat miskin tidak mempunyai uang,
dan Nabi menerangkan tentang yang kedua, bahwa dia itu tidak mau meletakkan
tongkatnya dari pundaknya, yakni: dia sering memukul perempuan."

Dan termasuk yang dikecualikan juga yaitu: karena bertanya, minta tolong
untuk mengubah suatu kemungkaran terhadap seseorang yang mempunyai nama, gelar
atau sifat yang tidak baik tetapi dia hanya dikenal dengan nama-nama tersebut.
Misalnya: A'raj (pincang), A'masy (rabun) dan anak si Anu.
Termasuk yang dikecualikan juga, yaitu menerangkan cacatnya saksi dan
rawi-rawi hadis.32

Definisi umum tentang bentuk-bentuk pengecualian ini ada dua:

- Karena ada suatu kepentingan.

- Karena suatu niat.

Karena suatu kepentingan

Jadi kalau tidak ada kepentingan yang mengharuskan membicarakan seorang yang
tidak hadir dengan sesuatu yang tidak disukainya, maka tidak boleh memasuki
daerah larangan ini. Dan jika kepentingan itu dapat ditempuh dengan sindiran,
maka tidak boleh berterang-terangan atau menyampaikan secara terbuka. Dalam hal
ini tidak boleh memakai takhshish (pengecualian) tersebut.
Misalnya seorang yang sedang minta pendapat apabila memungkinkan untuk
mengatakan: "bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berbuat begini dan
begini," maka dia tidak boleh mengatakan: "bagaimana pendapatmu tentang si Anu
bin si Anu."

Semua ini dengan syarat tidak akan membicarakan sesuatu di luar apa yang ada.
Kalau tidak, berarti suatu dosa dan haram.

Karena suatu niat

Adanya suatu niat di balik ini semua, merupakan suatu pemisahan. Sebab
pribadi manusia itu sendiri yang lebih mengetahui dorongan hatinya daripada
orang lain. Maka niatlah yang dapat membedakan antara perbuatan zalim dan
mengobati, antara minta pendapat dengan menyiar-nyiarkan, antara ghibah dengan
mengoreksi dan antara nasehat dengan memasyhurkan. Sedang seorang mu'min,
seperti dikatakan oleh suatu pendapat, adalah yang lebih berhak untuk melindungi
dirinya daripada raja yang kejam dan kawan yang bakhil.
Hukum Islam menetapkan, bahwa seorang pendengar adalah rekan pengumpat. Oleh
karena itu dia harus menolong saudaranya yang di umpat itu dan berkewajiban
menjauhkannya. Seperti yang diungkapkan oleh hadis Rasulullah sa,w.:
"Barangsiapa menjauhkan seseorang dari mengumpat diri saudaranya,
maka adalah suatu kepastian dari Allah, bahwa Allah akan membebaskan dia dari
Neraka." (Riwayat Ahmad dengan sanad hasan)

"Barangsiapa menghalang-halangi seseorang dari mengumpat harga diri
saudaranya, maka Allah akan menghalang-halangi dirinya dari api neraka, kelak di
hari kiamat." (Riwayat Tarmizi dengan sanad hasan)

Barangsiapa tidak mempunyai keinginan ini dan tidak mampu menghalang-halangi
mulut-mulut yang suka menyerang kehormatan saudaranya itu, maka kewajiban yang
paling minim, yaitu dia harus meninggalkan tempat tersebut dan membelokkan kaum
tersebut, sehingga mereka masuk ke dalam pembicaraan lain. Kalau tidak, maka
yang tepat dia dapat dikategorikan dengan firman Allah:
"Sesungguhnya kamu, kalau demikian adalah sama dengan mereka"
(An-Nisa': 140)

Sumber:
Halal dan Haram dalam Islam
Oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi

Rabu, 23 April 2008

Tawakal yang Sebenarnya


Sebagian orang menganggap bahwa tawakal adalah sikap pasrah tanpa melakukan usaha sama sekali. Contohnya dapat kita lihat pada sebagian pelajar yang keesokan harinya akan melaksanakan ujian. Pada malam harinya, sebagian dari mereka tidak sibuk untuk menyiapkan diri untuk menghadapi ujian besok namun malah sibuk dengan main game atau hal yang tidak bermanfaat lainnya. Lalu mereka mengatakan, "Saya pasrah saja, paling besok ada keajaiban."
Apakah semacam ini benar-benar disebut tawakal?! Semoga pembahasan kali ini dapat menjelaskan pada pembaca sekalian mengenai tawakal yang sebenarnya dan apa saja faedah dari tawakal tersebut.
Tawakal yang Sebenarnya
Ibnu Rajab rahimahullah dalam Jami'ul Ulum wal Hikam tatkala menjelaskan hadits no. 49 mengatakan, "Tawakal adalah benarnya penyandaran hati pada Allah 'azza wa jalla untuk meraih berbagai kemaslahatan dan menghilangkan bahaya baik dalam urusan dunia maupun akhirat, menyerahkan semua urusan kepada-Nya serta meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa 'tidak ada yang memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya, dan mendatangkan manfaat kecuali Allah semata'."
Tawakal Bukan Hanya Pasrah
Perlu diketahui bahwa tawakal bukanlah hanya sikap bersandarnya hati kepada Allah semata, namun juga disertai dengan melakukan usaha.
Ibnu Rajab mengatakan bahwa menjalankan tawakal tidaklah berarti seseorang harus meninggalkan sebab atau sunnatullah yang telah ditetapkan dan ditakdirkan. Karena Allah memerintahkan kita untuk melakukan usaha sekaligus juga memerintahkan kita untuk bertawakal. Oleh karena itu, usaha dengan anggota badan untuk meraih sebab termasuk ketaatan kepada Allah, sedangkan tawakal dengan hati merupakan keimanan kepada-Nya. Sebagaimana Allah Ta'ala telah berfirman (yang artinya), "Hai orang-orang yang beriman, ambillah sikap waspada." (QS. An Nisa [4]: 71). Allah juga berfirman (yang artinya), "Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang." (QS. Al Anfaal [8]: 60). Juga firman-Nya (yang artinya), "Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah" (QS. Al Jumu'ah [62]: 10). Dalam ayat-ayat ini terlihat bahwa kita juga diperintahkan untuk melakukan usaha.
Sahl At Tusturi mengatakan, "Barang siapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah mencela sunnatullah (ketentuan yang Allah tetapkan -pen). Barang siapa mencela tawakal (tidak mau bersandar pada Allah, pen) maka dia telah meninggalkan keimanan. (Lihat Jami'ul Ulum wal Hikam)
Burung Saja Melakukan Usaha untuk Bisa Kenyang
Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang." (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no. 310)
Imam Ahmad pernah ditanyakan mengenai seorang yang kerjaannya hanya duduk di rumah atau di masjid. Pria itu mengatakan, "Aku tidak mengerjakan apa-apa sehingga rezekiku datang kepadaku." Lalu Imam Ahmad mengatakan, "Orang ini tidak tahu ilmu (bodoh). Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, "Allah menjadikan rezekiku di bawah bayangan tombakku." Dan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda (sebagaimana hadits Umar di atas). Disebutkan dalam hadits ini bahwa burung tersebut pergi pada waktu pagi dan kembali pada waktu sore dalam rangka mencari rizki. (Lihat Umdatul Qori Syarh Shohih Al Bukhari, 23/68-69, Maktabah Syamilah)
Al Munawi juga mengatakan, "Burung itu pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali ketika sore dalam keadaan kenyang. Namun, usaha (sebab) itu bukanlah yang memberi rezeki, yang memberi rezeki adalah Allah ta'ala. Hal ini menunjukkan bahwa tawakal tidak harus meninggalkan sebab, akan tetapi dengan melakukan berbagai sebab yang akan membawa pada hasil yang diinginkan. Karena burung saja mendapatkan rezeki dengan usaha sehingga hal ini menuntunkan pada kita untuk mencari rezeki. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi bisyarhi Jaami' At Tirmidzi, 7/7-8, Maktabah Syamilah)
Tawakal yang Termasuk Syirik
Setelah kita mengetahui pentingnya melakukan usaha, hendaknya setiap hamba tidak bergantung pada sebab yang telah dilakukan. Karena yang dapat mendatangkan rezeki, mendatangkan manfaat dan menolak bahaya bukanlah sebab tersebut tetapi Allah ta'ala semata.
Imam Ahmad mengatakan bahwa tawakal adalah amalan hati yaitu ibadah hati semata (Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim, 2/96). Sedangkan setiap ibadah wajib ditujukan kepada Allah semata. Barang siapa yang menujukan satu ibadah saja kepada selain Allah maka berarti dia telah terjatuh dalam kesyirikan. Begitu juga apabila seseorang bertawakal dengan menyandarkan hati kepada selain Allah -yaitu sebab yang dilakukan-, maka hal ini juga termasuk kesyirikan.
Tawakal semacam ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam), apabila dia bertawakal (bersandar) pada makhluk pada suatu perkara yang tidak mampu untuk melakukannya kecuali Allah ta'ala. Seperti bersandar pada makhluk agar dosa-dosanya diampuni, atau untuk memperoleh kebaikan di akhirat, atau untuk segera memperoleh anak sebagaimana yang dilakukan oleh para penyembah kubur dan wali. Mereka menyandarkan hal semacam ini dengan hati mereka, padahal tidak ada satu makhluk pun yang mampu mengabulkan hajat mereka kecuali Allah ta'ala. Apa yang mereka lakukan termasuk tawakal kepada selain Allah dalam hal yang tidak ada seorang makhluk pun memenuhinya. Perbuatan semacam ini termasuk syirik akbar. Na'udzu billah min dzalik.
Sedangkan apabila seseorang bersandar pada sebab yang sudah ditakdirkan (ditentukan) oleh Allah, namun dia menganggap bahwa sebab itu bukan hanya sekedar sebab (lebih dari sebab semata), seperti seseorang yang sangat bergantung pada majikannya dalam keberlangsungan hidupnya atau masalah rezekinya, semacam ini termasuk syirik ashgor (syirik kecil) karena kuatnya rasa ketergantungan pada sebab tersebut.
Tetapi apabila dia bersandar pada sebab dan dia meyakini bahwa itu hanyalah sebab semata sedangkan Allah-lah yang menakdirkan dan menentukan hasilnya, hal ini tidaklah mengapa. (Lihat At Tamhiid lisyarhi Kitabit Tauhid, 375-376; Syarh Tsalatsatil Ushul, 38; Al Qoulul Mufid, 2/29)
Penutup
Ingatlah bahwa tawakal bukan hanya untuk meraih kepentingan dunia saja. Tawakal bukan hanya untuk meraih manfaat duniawi atau menolak bahaya dalam urusan dunia. Namun hendaknya seseorang juga bertawakal dalam urusan akhiratnya, untuk meraih apa yang Allah ridhai dan cintai. Maka hendaknya seseorang juga bertawakal agar bagaimana bisa teguh dalam keimanan, dalam dakwah, dan jihad fii sabilillah. Ibnul Qayyim dalam Al Fawa'id mengatakan bahwa tawakal yang paling agung adalah tawakal untuk mendapatkan hidayah, tetap teguh di atas tauhid dan tetap teguh dalam mencontoh/mengikuti Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam serta berjihad melawan ahli bathil (pejuang kebatilan). Dan beliau rahimahullah mengatakan bahwa inilah tawakal para rasul dan pengikut rasul yang utama.
Kami tutup pembahasan kali ini dengan menyampaikan salah satu faedah tawakal. Perhatikanlah firman Allah Ta'ala (yang artinya), "Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." (QS. Ath Thalaaq [65]: 2-3). Al Qurtubi dalam Al Jami' Liahkamil Qur'an mengatakan, "Barang siapa menyerahkan urusannya sepenuhnya kepada Allah, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya."
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membaca ayat ini kepada Abu Dzar. Lalu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya, "Seandainya semua manusia mengambil nasihat ini, sungguh hal ini akan mencukupi mereka." Yaitu seandainya manusia betul-betul bertakwa dan bertawakal, maka sungguh Allah akan mencukupi urusan dunia dan agama mereka. (Jami'ul Ulum wal Hikam, penjelasan hadits no. 49). Hanya Allah-lah yang mencukupi segala urusan kami, tidak ada ilah yang berhak disembah dengan hak kecuali Dia. Kepada Allah-lah kami bertawakal dan Dia-lah Rabb 'Arsy yang agung.
***

Senin, 21 April 2008

Agungkan Allah, Semua Jadi Kecil


“Hasbunallah wa ni’mal wakiil, Cukuplah bagi kami Allah, dan Dia sebaik-baik penolong”. Ungkapan diatas disenandungkan oleh kekasih Allah swt, Ibrahim as, saat penguasa dan pengikutnya mengeroyok dan menceburkan dirinya dalam bara api, namun Ibrahim selamat dan menjadi pemenang.
Ungkapan itu juga yang dilantunkan oleh nabiyullah Muhammad saw. tatkala mendapat pengkroyokan dan penganiayaan dari pasukan Ahzab. Rasul pun keluar sebagai pemenang. HR. Bukhari.
“(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka perkataan itu justru menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. QS. Ali Imran: 173
Sudah menjadi sunnatullah dalam dakwah, bahwa jalan dakwah tidaklah bertabur kenikmatan, kesenangan dan kemewahan. Dakwah diusung menghadapi penentangan, konspirasi, persekongkolan, isolasi, pengkroyokan, bahkan ancaman pembunuhan. Oleh karenanya dakwah hanya bisa diemban oleh mereka yang mewakafkan diri dan hidupnya untuk Allah swt semata. Dakwah tidak mungkin akan dipikul oleh mereka yang mengharapkan kemewahan dunia, bersantai dengan kesenangan materi.
Rasulullah saw didalam memulai perjuangan menyeru kerabat dan kaumnya, mendapatkan taujihat Robbaniyyah –arahan Allah swt- agar menguatkan keimanan, kepribadian dan kesabaran: yaitu arahan untuk senantiasa mengagungkan Allah, membersihkan jiwa, mejauhkan diri dari maksiat, mengikhlaskan kerja, dan sabar dalam perjuangan.
Berikut taujihat rabbaniyyah dalam surat Al Muddatstsir ayat 1-7 untuk Muhammad saw dan tentunya untuk umatnya semua. Allah swt berfirman:
”Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan!. Dan Tuhanmu agungkanlah!. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” QS. Al Muddatstsir: 1-7.
Bekal pertama, Agungkan Allah.
Allah swt menanamkan dalam persepsi dan keyakinan Muhammad agar hanya mengagungkan Allah swt semata, selain-nya kecil tiada berarti. Baik dalam konteks tawaran kenikmatan duniawi, pun dalam konteks siksaan, penolakan dan pembunuhan di dunia yang dilakukan musuh-musuh dakwah, maka jika dibandingkan dengan pemberian, keridloan dan surga Allah swt sungguh tiada ada artinya.
Pengagungan Allah swt dalam qalbu, lisan, fikiran dan perilaku. Dalam setiap kesempatan dan kondisi Rasulullah saw selalu berdzikir dan mengagungkan Allah swt, sehingga inilah rahasia do’a Nabi saw ketika kelur dari buang hajat: “Ghufranaka: Aku mohon ampunan-Mu Ya Allah.”. Hasil penelitian para ahli hadits menyimpulkan bahwa Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan dzikir dan pengagungan Allah swt, namun karena tidak diperkenankannya berdzikir di saat buang hajat, maka ungkapan pertama saat keluar dari buang hajat adalah, mohon ampun karena beliau tidak melakukan dzikir pada saat buang hajat.
Dengan sikap inilah, ma’iyatullah –kebersamaan Allah- dalam bentuk pertolongan-Nya selalu datang pada saat dibutuhkan.
Inilah rahasia dikumandangkannya kalimat takbir “Allahu Akbar wa lilLahil Hamd, Allah Maha Besar dan bagi-Nya segala pujian”.
Bekal kedua, Bersihkan Hati.
Dalam upaya mengagungkan Allah swt dalam setiap kesempatan, maka dibutuhkan hati yang bersih dan jiwa yang suci. Hati adalah panglima dalam tubuh seorang manusia. Jika panglima itu baik, sudah barang tentu tentaranya akan menjadi baik, sebaliknya jika panglima buruk, maka buruklah semua tentaranya.
Mayoritas ahli tafsir sepakat bahwa perintah mensucikan pakaian disini kinayah atau kiasan, bukan makna dzahir. Artinya perintah pembersihan hati dan pensucian jiwa. Penampilan fisik tidak akan berarti, apabila apa yang dibalik fisik itu busuk.
Hati senantiasa dijaga kefitrahannya dan dibersihkan dari beragam penyakit hati, seperti sombong, iri, riya, adu domba, meremehkan orang, dan yang paling berbahaya adalah syirik, menyekutukan Allah swt dengan makhluk-Nya.
“…..dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kamu sedikitpun….” (QS. At Taubah : 25-26).
Bekal ketiga, Jahui Maksiat.
Agar keagungan Allah swt menghiasi diri, maka diri harus menjauhkan dari dosa dan maksiat. Begitu pun sebaliknya, meninggalkan maksiat akan mewariskan ma’iyyatullah.
Allah swt hanya akan turut campur kepada orang beriman dengan menurunkan pertolongan-Nya, jika orang beriman itu dekat dan taat kepada-Nya. Sebaliknya jika mereka berbuat maksiat dan dosa, maka apa bedanya mereka dengan orang lain? Bedanya orang lain lebih canggih perlengkapannya dan lebih besar jumlahnya. Sehingga secara hitungan rasio manusiawi orang lain mampu mengalahkan orang beriman.
Ada kisah menarik, dalam sebuah peperangan melawan kaum kuffar, kaum muslimin beberapa kali mengalami kekalahan. Sang panglima segera mengevaluasi pasukannya, mengapa kekalahan demi kekalahan bisa terjadi? Tak ada yang kurang. Semua perlengkapan lengkap, pun ibadah-ibadah dilakukan dengan baik. Namun saat pagi menjelang, sang panglima mengamati pasukannya dan baru menyadari bahwa ternyata pasukannya melupakan satu sunah Rasul, yaitu bersiwak! Panglima segera memerintahkan menggosok gigi dengan siwak (sejenis kayu) kepada seluruh pasukannya. Pasukan pengintai dari pihak musuh menjadi takut karena melihat para tentara muslim tengah menggosok-gosok giginya dengan kayu, dan mengira pasukan kaum muslimin tengah menajamkan gigi-giginya untuk menyerang musuh. Pihak musuh menjadi gentar dan segera menarik mundur pasukannya.
Sepele, lupa bersiwak, namun besar dampaknya. Inilah rahasia pertolongan Allah swt.
Bekal keempat, Ikhlaskan dalam Berjuang.
Hidup seorang mukmin adalah untuk prestasi amal dan kontribusi manfaat untuk umat manusia. Kesemuanya itu dilakukan semata-mata dilandasi mencari keredloan Allah swt semata. Balasan Allah swt jauh lebih baik dan lebih mulya, dibandingkan dengan kemewahan dunia berikut kemegahannya. Seorang mukmin akan selalu mengejar mimpinya, yaitu keridloan Allah swt, di dunia dan di akhirat kelak.
Menarik disini seruan Allah swt dalam bentuk ”larangan”, sedangkan yang lainya menggunakan bentuk ”perintah”. ”Jangan kamu memberi untuk mengharapkan mendapat imbalan yang lebih”. Artinya, peringatan keras dari Allah swt agar manusia senantiasa mengikhlaskan amal perbuatan dan perjuangan. Tidak merasa paling berjasa dan juga tidak meremehkan andil orang lain.
Bekal kelima, Sabar Di Jalan Allah.
Sabar dalam kesunyian pengikut, sabar dalam penolakan ajakan, sabar dalam kekalahan, dan sabar dalam kemenangan dan kemewahan.
Ketika Rasulullah saw mengetahui kondisi keluarga sahabatnya, Yasir yang mendapat siksaan berat dan pembunuhan keji, Rasulullah saw langsung memberi kabar gembira kepada mereka:
صبرا ال ياسر فإن موعدكم الجنة””
“Sabar wahai keluarga Yasir, Sungguh surga buat kalian kelak!.”
Sabar dalam berdakwah mencakup segala hal yang positif, seperti banyak ide, solusi, perencanaan, kerja keras, kerja sama, pendelegasian, pemanfaatan sarana dan adanya evaluasi. Sabar bukan dikonotasikan negatif seperti pasrah, nerimo, malas, menunggu dan tidak berusaha.
Dengan bekalan itu terbukti dalam sejarah, Rasulullah saw mampu melewati dua masa sulit sekaligus: Masa sulit mendapatkan tawaran kemewahan, jabatan, pengikut, bahkan wanita. Dan masa sulit tatkala beliau harus berdarah-darah menerima pengkroyokan dan penganiayaan dari kaumnya.
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”.
Inilah bekalan bagi penyeru kebajikan dan penerus perubahan dari masa ke masa.
Allahu A’lam.

Minggu, 20 April 2008

Kemana kita menuju

Kadang kita tak tahu kemana jalan hidup kita. Yang setiap hari di isi dengan bekerja..bekerja..dan bekerja.
Kadang kita berpikir apakah hidup ini hanya untuk uang..uang..dan uang. Untuk ibadah saja paling lama 5 menit. Apakah waktu yang diberikan Tuhan tidak dapat kita manfaatkan sebaik-baiknya..misalnya untuk orang lain...untuk agama. Lalu bagaimana kita mau masuk surga kalau hari-hari kita hanya begini dan begini terus.
Ayo..sama-sama kita renungkan